Rabu, Mac 30, 2005

Revolusi Diri, Revolusi Sosial

Negara indonesia adalah negara yang kaya raya dengan potensi alamnya yang bermacam-macam. Mulai dari A sampai Z, tersedia di alam Indonesia. Ironisnya tetap saja bangsa ini menjadi bangsa yang terjajah secara ekonomi, dan masyarakatnya tetap saja mayoritas adalah masyarakat yang bodoh.

Keadaan sosial di Indonesia sudah mendekati keadaan yang sangat parah tidak tertolong. Ditambah lagi kebijakan pemerintah yang selalu memberatkan semut-semut pekerja, sepertinya menambah sulit saja problema-problema hidup pada umumnya. Hanya sebagian kecil saja semut-semut yang beruntung yang dapat melepaskan diri dari tekanan-tekanan ekonomi dan sosial. Apalagi bencana-bencana alam yang sudah mulai berdatangan menambah lagi kerisauan dan ketakutan di kalangan masyarakat. Penyakit-penyakit yang muncul kembali menjadi wabah, tingkat kriminalitas yang meningkat, sepertinya memberikan nilai tambah terhadap tingkat kerusakan sistem sosial yang ada di negara ini.

Sistem sosial di negara ini adalah sistem sosial yang jika kita pertimbangkan dengan akal sehat adalah sistem yang terbaik dibandingkan dengan sistem-sistem yang ada di negara lain. Bayangkan saja tentang ide keadilan sosial yang merata untuk seluruh rakyat Indonesia, tentang kontrol negara atas sumber-sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Bukankah itu sistem yang sempurna? Sayangnya pada saat itu pendiri bangsa ini terlalu yakin dengan sistem yang mereka buat. Pada zaman itu mereka tidak memikirkan kelangsungan umur sistem ini dan terlena dengan kesempurnaan sistem tersebut. Mereka lupa bahwa selama masih ada di bawah langit, semuanya bersifat relatif. Tidak pernah ada yang dapat menjadi sempurna selama berada di bawah langit. Ide-ide yang mereka kemukakan adalah ide-ide yang luhur. Penuh dengan nilai-nilai positif yang membangun dan sepertinya pasti akan membawa pertumbuhan yang positif terhadap keadaan sosial masyarakat negara ini. Nyatanya apa yang disimulasikan di otak selalu tidak sesuai dengan kenyataan. Maklum, manusia memang belum dapat membuat simulasi tentang kehidupan sosial di suatu tempat pada situasi dan kondisi tertentu. Karena hal itu sangatlah kompleks di luar dari jangkauan daya pikir manusia pada umumnya. Hanya beberapa orang jenius saja, yang mungkin jumlahnya pun masih dapat dihitung dengan jari, dapat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada kondisi sosial seperti di negara ini.Akan tetapi kita sebagai rakyat tidak dapat menyalahkan pendahulu-pendahulu yang telah membuat kesalahan. Tentunya mengatur negara tidak akan semudah omong kosong belaka yang tidak pernah membentur suatu kenyataan. Hanya ide-ide yang tertampung dalam batas suatu individu tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang pelik yang menyangkut keterikatan hubungan antara satu dengan yang lain.

Lantas, adakah suatu solusi yang benar-benar jitu untuk menghapuskan kemiskinan? Mungkin ada, mungkin juga tidak. Akan tetapi usaha mereka dengan melakukan “try and error” terhadap suatu sistem negara kemungkinan dapat membawa bangsa ini kepada sistem yang lebih sesuai dengan keadaan sosial negara ini. Di sini ditekankan kata “sesuai” bukan “sempurna” mengingat ide tentang kesempurnaan sangatlah sulit untuk dicapai. Suatu solusi jitu bukanlah suatu impian. Jawaban-jawaban yang dapat diterima sebagai solusi jitu sebenarnya telah ada dan diturunkan dari generasi ke generasi. Akan tetapi kurangnya pembelajaran terhadap solusi-solusi jitu membawa kembali terulangnya sejarah yang dialami oleh nenek moyang. Kebijaksanaan – kebijaksanaan yang luhur telah dilupakan. Prinsip – prinsip moralitas yang mendasar telah ditinggalkan dan eforia terhadap keberhasilan dalam satu sisi menenggelamkan kegagalan-kegagalan dalam sisi yang lebih penting.

Sebenarnya suatu sistem sosial dapat dianalogikan dengan sistem komputer yang terbatas. Hanya saja sistem komputer memiliki tingkat kompleksitas yang lebih sederhana dibandingkan dengan sistem sosial. Sistem komputer terbagi menjadi beberapa sub-sistem yang memiliki fungsi masing-masing. Setiap sub-sistem memiliki tanggung jawab masing-masing terhadap suatu resource yang terbatas, dan resource-resource yang terbatas tersebut harus dapat dikelola dengan baik agar program-program yang berjalan di atas sistem dapat berkerja dengan lancar tanpa gangguan. Tetapi nyatanya di dalam tingkat kompleksitas yang lebih sederhana itu pun, sistem yang dibuat pun tidak dapat benar-benar handal menangani resource yang terbatas. Macam-macam jenis komponen yang beraneka ragam dan macam-macam program yang berjalan di atas sistem tersebut mengakibatkan banyaknya kondisi-kondisi khusus yang harus ditangani. Di tambah lagi program-program yang merusak sistem seperti virus, worm, dan trojan menambah kesulitan di dalam membuat sistem yang benar-benar handal. Begitu pun di dalam sistem sosial. Virus-virus sosial yang beredar di dalam sistem dengan mudah berpindah dari satu sisi ke sisi lain. Bahkan virus – virus sosial lebih hebat dibandingkan dengan virus – virus komputer karena mampu berevolusi mengikuti perubahan-perubahan sistem dan mewariskan hasil evolusi tersebut kepada generasi berikutnya. Melihat hal tersebut mungkin tidak ada lagi jalan untuk membenahi sistem sosial yang ada, tetapi dengan melihat analogi sistem komputer, ada suatu solusi yang berkerja dengan baik apabila mengalami kebuntuan jalan untuk menghapuskan virus-virus sosial, yaitu “format and install new system”. Metode ini telah dijalankan berkali-kali di mana pun juga ketika terjadi kebuntuan. Hasilnya pun dapat dikatakan cukup berhasil sampai dengan periode tertentu timbul lagi virus-virus sosial yang baru dengan kemampuan yang lebih hebat dari generasi sebelumnya. Memang siklus seperti ini selalu berulang. Lahir suatu sistem baru, kemudian timbul virus – virus baru, buat sub-sistem penanggulangan virus, virus bertambah banyak, sub-sistem gagal dengan fungsinya, sistem utama rusak, hapuskan sistem utama, kembali lagi ke fase awal. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan sosial di negara ini, sepertinya metode di atas tidak dapat dihindarkan lagi. Suatu saat, akan muncul gaya-gaya normal yang melawan tekanan-tekanan sosial kemudian menghancurkan sistem sosial dan virus-virusnya. Siklus berulang lagi, sampai pada kebuntuan terjadi lagi dan seterusnya.

Metode di atas adalah pembuangan waktu, namun pada kalanya suatu sistem apa pun juga akan mengalami kehancuran dan digantikan dengan sistem yang baru. Karena itu pembentukan sistem yang lebih baik yang dapat bertahan lama, dapat mengurangi pembuangan waktu yang berlebihan. Untuk menjaga suatu sistem berjalan lama, perlu dibuatkan sub-sistem yang melindungi sistem tersebut. Sub-sistem tersebut hendaklah suatu sub-sistem yang juga dapat berevolusi dengan sendirinya seperti virus-virus sosial. Sehingga selama sub-sistem tersebut dapat mengikuti perkembangan virus-virus sosial yang ada, maka umur sistem utama akan bertambah panjang. Virus-virus sosial memang agak sulit untuk dideskripsikan karena begitu banyak varian-nya yang telah beredar. Tetapi dapat ditelusuri bahwa virus sosial timbul akibat sifat toleransi masyarakat terhadap hal-hal kecil yang tidak mengindahkan nilai-nilai luhur. Sebagai contoh adalah nilai yang memaklumi keserakahan. Keserakahan adalah hal sepele yang selalu saja dimaklumi oleh masyarakat sampai suatu saat adalah suatu trend yang diminati oleh masyarakat mana pun juga. Ketika menjadi trend bahwa keserakahan bukanlah kejahatan, maka dapat disimpulkan bahwa virus sosial telah tersebar dengan sangat baik dan merata. Di mana-mana masyarakat akan meng-agungkan keserakahan sebagai suatu pencapaian yang mulia. Akan tetapi perlombaan tersebut hanya akan membawa dampak ketidakseimbangan pada suatu sistem karena suatu sistem hanya memiliki sedikit resource yang terbatas. Resource tersebut akan bergeser dari satu sub-sistem kepada sub-sistem yang lebih serakah. Selanjutnya hukum 80/20 akan terbentuk kembali di mana 20% virus sosial akan menguasai 80% resource yang ada. Dan 80% non-virus akan memperebutkan 20% resource. Kekurangan akan terbentuk di 80% wilayah sistem, dan tinggal menunggu bom waktu meledak, maka sistem akan rusak. Memang hukum 80/20 tidak pernah dapat dihindari. Akan tetapi apabila 20% bagian tersebut tidak menjadi virus sosial, maka pengembalian resource kepada 80% lainnya akan membawa dampak pemerataan kesejahteraan. Mungkin tidak benar-benar merata, akan tetapi hukum 80/20 akan bergeser menjadi 60/40 bukannya menjadi 90/10 yang saat sekarang ini terjadi dan sedang menuju hukum 99/1. Karena itu revolusi memang sangat perlu dilakukan untuk menggeser kembali perbandingan 90/10 menuju 65/45. Pastinya akan sangat menyakitkan bagi 10% wilayah sistem ketika dipaksa oleh 90% wilayah sistem untuk mengembalikan 90% resource yang mereka kuasai. Akan tetapi menurut akal sehat akan lebih mudah, merombak 10% wilayah sistem demi 90% wilayah sistem yang telah dirusaknya. Ketimbang memperbaiki 90% wilayah sistem yang telah rusak.Tentunya akan lebih baik lagi apabila dapat dibuat kesepakatan ulang antara 90% wilayah sistem dan 10% wilayah sistem yang kembali menyeimbangkan penggunaan resource sistem dan dibentuk suatu sub-sistem yang menjaga keseimbangan tersebut.

Di samping itu masih banyak lagi bentuk virus sosial yang beredar. Mengenai cara penanggulangan nya adalah relatif terhadap situasi dan kondisi tertentu. Setidaknya prinsip dasar yang harus dipahami adalah menjaga keseimbangan, baik keseimbangan alam, keseimbangan sosial dan keseimbangan diri sendiri. Sebagai prioritas yang paling penting adalah menjaga keseimbangan diri sendiri yang berdampak terhadap keseimbangan sosial dan kemudian berdampak lagi terhadap keseimbangan alam. Manusia moderen tentunya akan mengerti tentang prinsip di mana diri nya memberikan pengaruh kepada masyarakat walau pun kecil. Sehingga dengan sadar menjaga dirinya dari pengaruh-pengaruh yang menyebabkan ketidakseimbangan dirinya.Karena itu sudah tentu revolusi diri sangat penting untuk mencegah terjadinya revolusi sosial. Sehingga setiap tindakan dari berbagai individu tidak akan terlalu mempengaruhi keseimbangan sosial. Setidaknya dunia akan lebih baik jika dihuni oleh orang-orang bijak. Orang-orang yang selalu waspada terhadap dampak perbuatannya. “Barang siapa menanam padi, maka akan menuai beras. Barang siapa menanam mawar, maka akan menuai duri.” Tetapi lucunya kadangkala terjadi “Barang siapa menanam padi maka akan menuai batang padi, orang lain mencuri berasnya. Barang siapa menanam mawar, maka menuai bunga, orang lain durinya.”

4 ulasan:

lowercaser berkata...

ssahh.. si jem calon ekonom.. eh calon mensos :D
ntar klo dah jadi mensos: santaaaaiiii :D

eh jem, ini commenting system bloggernya dibikin bisa pake other identity dong. biar gak cuma pemilik blogger account aja yg bisa login..

perkasa - jem berkata...

Wah da, elo ngeledek gue aja nih... gue tuh lagi latihan nulis yang bener, katakanlah sejujurnya, gue ngga sakit hati atas segala kritik dan saran, sumpeh daaaaa hehehe...!

perkasa - jem berkata...

emang daftar dimana lagi lowercase...? gue bingung daftarinnya nih...

lowercaser berkata...

gak usah daftar ke mana2.. cukup bikin di blogger.com aja. dibikin biar kita bisa masukin other identity (jadi non-blogger users bisa ikutan nulis..)