Sabtu, Disember 25, 2004

Mabuk

Aku ingat ketika pertama kali melihatnya. Tiada rasa terpesona. Tiada rasa yang menabok jantungku. Aku biasa saja dan pikirku mana mungkin aku bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang berasal dari golongan berbeda. Berhentilah angkutan umum yang aku naiki. Kemudian dia naik. Bangku sudah penuh dan tersisa hanya satu di deretan tempat ku duduk. Dengan maksud baik aku geser menjauhi pintu untuk mempermudah dia mendapatkan tempatnya, karena kupikir aku pasti yang akan turun terakhir dibanding yang lain. Dia duduk di sebelah ku. Sebab tidak ada pilihan lain, karena penumpang yang berdempet denganku bergeser ke arah yang berlawanan.

Perlahan-lahan aku mencuri pandang ke arah wajahnya. Rupanya dia cukup sensitif, radarnya menggerakkan matanya untuk melirik balik. Kuarahkan saja mataku ke tempat lain dengan maksud menghormati prinsipnya. Maklum dia sepertinya seorang muslim yang kuat. Pakaiannya sopan, menggunakan kerudung hitam. Dan sudah pasti dia menganggap bahwa berpandangan mata dengan lawan jenis akan menumpuk tiket menuju neraka. Aku bisa saja tetap mengarahkan mataku ke arah wajahnya tapi otak ini sepertinya menentang hal itu. Kembali aku melirik lagi untuk melihat jelas seperti apa wajahnya. Wajahnya menunjukan bahwa dia memiliki gen arab dengan hidung mancung dan bulu-bulu di pipinya. Dengan bentuk wajah panjang , hidung mancung, alis tebal dan dagu yang pas dia terlihat cukup cantik dari samping. Tapi sudahlah pikirku, banyak hal yang harus aku urus dan tentu aku harus berpegang pada rencana di kepala ini.

Waktu berjalan terus. Tanpa aku sadari benar-benar, vibrasinya mempengaruhi bagian kelenjar pineal di otak. Perlahan-lahan melatonin sepertinya mengalir cukup deras dan membuat seluruh sel tubuhku ini rileks. Aku mulai sadar bahwa dia memiliki aura yang kuat sehingga memaksa sel-sel tubuhku untuk bernyanyi dengan nada yang sama dengan vibrasinya. Aku merasakan bahwa berada di dekatnya saja membuat perasaan nyaman dan aman yang teramat sangat. Rasa-rasa bahagia dari tiap sel semakin kuat dan sepertinya vibrasiku telah sama dengan vibrasinya. Terus terang saja, kalau dia adalah temanku atau kekasihku dan dalam kondisi yang memungkinkan, pasti aku akan meletakkan kepala ini ke pangkuannya. Sayang saja, semua dalam kondisi yang tidak tepat.

Aku tidak mengerti kenapa pada saat dan kondisi yang tidak tepat aku merasakan adanya seseorang yang tepat untuk ku. Pikirku lagi kenapa orang-orang yang tepat itu, tidak berada pada dimensi yang sama melainkan berada pada dimensi yang berlawanan. Hidup ini aneh dan membuatku pusing. Akhirnya aku putuskan saja untuk menikmati kenyamanan itu. Aku tutup mataku dan masuk ke dalam keadaan mabuk. Sepertinya saat itu gairah hidup yang telah lama mati itu kembali bangkit. Aku merasa seperti dinamit yang sumbunya disulut dengan api dan siap untuk meledak. Aku akan meledak , aku akan meledak pikirku. Yah aku meledak, tapi di hati ini. Bukan diluar. Aliran kebahagiaan itu pun aktif lagi. Aku mabuk kebahagiaan walau aku tahu tak mungkin untuk melangkahkan satu kakiku ke dalam dimensinya tapi setidaknya aku tahu bahwa ada suatu pasangan puzzle yang tepat untuk jiwa ini. Dan itu meyakinkan aku tentang siapa yang aku butuhkan dan siapa yang tidak. Oh damainya hati ini walau sumber vibrasi itu telah berpisah dariku. Aku tetap mabuk sampai aku bertemu teman-temanku. Aku mabuk lagi dan itu sangat kunikmati untuk tiap seperjuta detik yang aku lalui. Aku tak bisa gambarkan lagi perasaan itu. Perasaan yang sangat dalam dan kupikir kosakata untuk menggambarkannya tidak akan pernah kutemukan di dalam kamus manapun melainkan hanya pada kamus cinta.

Sabtu, Disember 04, 2004

Yoga

Yoga dalam arti luas adalah suatu disiplin khusus yang diciptakan untuk membantu manusia mengharmonisasi vibrasi diri nya dengan vibrasi yang Tunggal. Jadi sebenarnya pengertian Yoga tidak terbatas pada suatu metode yang berasal dari tradisi India kuno yang kebanyakan orang mengartikannya seperti itu. Yoga itu dikenal oleh berbagai suku bangsa. Hanya saja metodenya sedikit berbeda. Seperti orang-orang israel melakukan praktek yoga dengan berdoa kepada sang Tunggal sedangkan orang-orang shaman melakukannya dengan menari-nari dan bernyanyi dan orang-orang jawa melakukannya dengan tapa geni 40 hari 40 malam. Tujuan mereka melakukan itu semuanya sama, yaitu mendekatkan diri mereka dengan sang Tunggal sampai akhirnya jiwa mereka bisa melebur ke dalam jiwa sang tunggal.

Hanya saja di dalam dunia ini manusia selalu saja mempermasalahkan masalah metode tersebut. Contohnya saja umat-umat kristiani tentu akan marah jika saya mengatakan bahwa apa yang diajarkan Yesus kristus adalah bagian dari Yoga. Ajaran tersebut sebenarnya merupakan bagian dari Yoga yang dinamakan Bhakti Yoga. Ajaran pokok Bhakti Yoga adalah bahwa untuk melebur kepada yang tunggal dapat dilakukan dengan memberikan Bhakti atau pelayanan tulus kepada yang Tunggal. Lalu bagaimana caranya? Sedangkan yang Tunggal adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dirasakan dengan kelima indra kita. Caranya tentu saja adalah dengan melakukan pelayanan kepada ciptaannya yang merupakan manifestasi dari sang Tunggal tersebut. Tidak ada cara lain lagi.

Lantas umat muslim juga akan marah jika saya mengatakan bahwa gerakan sholat merupakan bagian dari Yoga juga. Sebenarnya tujuan gerakan dan pose di dalam sholat bertujuan untuk menyeimbangkan fungsi sistem hormon dan sistem syaraf manusia. Di dalam yoga, hal tersebut dinamakan hatha Yoga yang artinya peleburan dengan sang Tunggal melalui olah jasmani. Hanya saja pose-pose di dalam hatha yoga dilakukan dengan sifat statis akan tetapi ada juga gerakan-gerakan yang di dalam hatha yoga yang bersifat dinamik seperti senam sebenarnya.

Hal yang wajar jika manusia selalu memperdebatkan perbedaan metode. Karena di dalam pencarian sang Tunggal selalu terbentur oleh pertaruhan antara waktu hidup mereka yang sebentar dengan kesuksesan akan metode tersebut. Manusia selalu berorientasi hasil, mereka tidak akan pernah tulus apabila tidak ada hasilnya, karena itu mereka membuat suatu pembenaran akan metode yang mereka jalani agar mereka tetap dapat dengan yakin melaksanakan metode tersebut walaupun tidak pernah ada jaminan sukses di dalam metode tersebut. Saking pandainya, maka manusia mengolah hukum dualisme untuk memperoleh keyakinan tersebut. Mereka membuat seolah-olah apa yang mereka jalankan adalah yang paling benar dan jalan orang lain adalah yang sesat atau salah. Dengan mengolah itu, maka keyakinan akan metode tersebut meningkat tajam. Akan tetapi apakah hukum dualisme itu berlaku di dunia? Mungkin saja kedua metode tersebut benar adanya. Lagi pula siapa yang dapat membuktikan kebenarannya kalau belum pernah menjalankan metode tersebut sampai sukses? Dan lucunya lagi yang sukses tidak pernah bisa memberikan bukti itu. Bagi mereka sama saja membuktikan adanya bulan kepada orang buta. Mana mungkin Boo…

Krishna dan Arjuna

Suatu waktu untuk sebuah urusan kenegaraan. Krishna dan Arjuna yang dalam penyamaran melewati sebuah desa kecil yang tidak termasuk di dalam kekuasaan nya. Karena haus dan letih Krishna menyuruh Arjuna untuk meminta air minum kepada penduduk desa tersebut.

Tibalah mereka di sebuah rumah saudagar kaya di desa itu. Kemudian dengan baik-baik Arjuna meminta air minum kepada saudagar kaya tersebut. “Tuan, jikalau anda berkenan, kami meminta air minum untuk menghilangkan haus kami karena perjalanan jauh.”. Melihat pakaian mereka yang terlihat sebagai rakyat jelata, saudagar tersebut mengusir mereka. “Pergi kalian! Aku tidak punya waktu untuk kalian.”. Pergilah mereka karena telah diusir dengan sangat hina.

Kemudian tibalah Krishna dan Arjuna pada sebuah rumah janda miskin yang hanya memiliki seekor sapi yang susunya adalah sumber mata pencaharian janda tersebut. Arjuna kemudian mendatangi janda tersebut “Ibu, dapatkah kami memiliki setengguk air minum untuk melepas dahaga ini?”. Dengan sangat gembira janda miskin tersebut memberikan air minum kepada dua orang yang asing baginya. “Silahkan, nikmatilah air nya. Dewa sangat murah hati kepada Ku. Tentu aku pun harus murah hati kepada kalian. Lagi pula, air ini pun pemberian Dewa, bukan milik ku.”. Selesai beristirahat sejenak, mereka pun pamit untuk meneruskan perjalanan. “Ibu, terima kasih atas airnya. Semoga Dewa membalas semua perbuatan baik mu.” Kata Arjuna. Pergilah mereka meneruskan perjalanan yang masih sangat jauh.

Di dalam perjalanan terjadilah dialog antara Krishna dan Arjuna. “Tahukah arjuna? Apa balasan untuk sang saudagar dan untuk sang janda yang akan diberikan Dewa?”. Dengan sangat yakin Arjuna menjawab “Sang saudagar akan jatuh miskin karena kekikiran nya dan sang janda akan menjadi kaya raya. Bukan kah begitu?”. “Hahaha…” Krishna tertawa mendengar jawaban Arjuna. Baginya jawaban tersebut begitu polos untuk seorang ksatria seperti Arjuna. “Bukan itu, bukan…” Krishna meneruskan. “Dewa tidak pernah berpikir seperti engkau Arjuna, engkau berpikir terlalu sempit.”. “Lalu apa?” dengan sedikit gusar Arjuna bertanya. Baginya pengetahuan hukum karma yang telah dipelajarinya dari sang Krishna harus dilepehkan kembali dari pikirannya. “Sang saudagar akan bertambah kaya dan bertambah kaya dan bertambah kaya. Lalu sang janda akan kehilangan sapinya esok hari.”. “Bukankah itu tidak adil?” masih dengan sedikit gusar Arjuna bertanya kembali. “Tahukah engkau keadilan menurut Dewa arjuna?” Krishna kembalikan kegusaran arjuna kepada diri nya. “Tidak… lagi pula aku bukan Dewa.”. Kemudian Krishna meneruskan “Dewa muak dengan doa-doa sang saudagar yang walaupun telah bertahun-tahun berdoa, tidak memiliki kasih sayang kepada makhluk lain. Karena itu dia jauhkan doa sang saudagar dengan menyibukkan sang saudagar dengan harta yang terus berlipat dan terus berlipat hingga dia lupa berdoa dan terus sibuk dengan hartanya. Sedangkan doa sang janda terdengar sebagai nyanyian lembut yang penuh kasih sayang dan ketulusan bagi Dewa. Untuk itu Dewa ingin terus mendengarkan doa sang janda, dia ingin dekat dengan sang Janda , Dia ingin lebih dekat lagi dan lebih dekat lagi dan lebih dekat lagi sampai tidak ada lagi jarak antara dia dan sang janda. Karena cemburu dengan seekor sapi yang menyita perhatian sang janda, maka Dewa membinasakan sapi tersebut agar lebih banyak nyanyian merdu yang ia dengarkan.”. Tersenyumlah Arjuna mendengar alasan Krishna yang tidak pernah terpikirkan olehnya.

Note:Dalam tradisi Yoga yang berarti peleburan dengan yang Esa, tujuan kita hidup adalah kembali kepada Nya, bukan kembali kepada neraka Nya atau surga Nya. Karena itu kedekatan dengan yang Tunggal lebih berharga ketimbang hal-hal yang sifatnya fana atau maya. Karena itu seorang Yogi (praktisi Yoga) yang telah mengalami pencerahan pernah mengatakan di surga aku melihat Tuhan, di neraka aku melihat Tuhan, di mana-mana Aku melihat Tuhan. Lalu ke manakah kalian mencari Tuhan?

Kisah Rama Krishna

Rama Krishna adalah salah seorang yogi besar yang dipercaya oleh masyarakat india telah mencapai pencerahan spiritual. Dia memiliki banyak sekali pengikut yang belajar kepada nya mengenai usaha pembebasan atau pencapaian pencerahan.

Suatu siang di sebuah pedesaan di daerah india terjadilah perdebatan antar pengikut Rama Krishna mengenai pilihan nya untuk seorang ketua pengganti diri nya. Pilihan tersebut jatuh kepada Swami Vivekananda yang merupakan seorang yang biasa saja dan tidak kelihatan sebagai yang terhebat di antara pengikut-pengikut Rama Krishna yang lain. Pengikut-pengikut yang lain merasa bahwa pemilihan Vivekananda sebagai ketua tidaklah sesuai dengan prinsip keadilan yang sering sekali diajarkan kepada mereka. Menurut mereka tidak ada dasar yang jelas mengapa Vivekananda yang dipilih olehnya.

Mendengar hal ini, Rama Krishna tidak ingin terjadi perpecahan di antara pengikut-pengikutnya. Karena itu Rama Krishna mengadakan pertemuan antara Dia dengan semua pengikutnya.

Duduklah Rama Krishna di atas suatu pendopo yang dipayungi pohon beringin besar menunggu kedatangan semua muridnya. Setelah semua muridnya datang, termasuk murid kesayangannya Swami Vivekananda, maka berkatalah Dia “Tahukah kalian mengapa aku memilih Vivekananda?”. Tidak satu pun murid yang berani menjawab pertanyaan itu.
“Apakah karena dia tampan? … atau mungkin karena dia rajin? … atau mungkin karena dia pandai?” Tetap semuanya terdiam. Vivekananda pun hanya terdiam dan duduk dengan tenang bersama murid-murid yang lain. Kemudian suasana menjadi hening untuk beberapa saat dan tiba-tiba Rama Krishna terbatuk. Murid-murid nya yang mencari muka dihadapannya pun menunjukkan rasa sayang dan perhatian kepada dia. Mereka berusaha untuk memijat kaki, tangan dan badan sang pertapa tersebut. Akan tetapi Rama Krishna tidak mempedulikan perhatian mereka, kemudian Dia meludah ke tanah membuang reak yang terkumpul di mulutnya akibat batuk tersebut. “Oeggghhhhhhh…………. Cueh…” begitulah kira-kira suaranya. Setelah itu dia menunjuk kepada Vivekananda. “Makanlah itu!” perintahnya sambil menunjuk kepada reak yang telah dibuang melalui mulutnya. Tanpa pikir panjang, Vivekananda menuruti perintahnya seketika itu juga. Kemudian Rama Krishna berdiri dan berkata “Itulah alasanku memilih Vivekananda!”. Tanpa kata-kata Dia pun pergi meninggalkan kerumunan muridnya.

Note: Cerita ini mengandung esensi mendalam mengenai panteisme, yaitu suatu paham ketuhanan yang memandang bahwa Tuhan yang tunggal termanifestasi dalam ciptaannya yang majemuk. Dalam cerita, Rama Krishna adalah orang yang telah mengerti benar dan merasakan kehadiran Tuhan di dalam dirinya, begitu pun Vivekananda. Karena itu sebenarnya mereka telah merasakan satu di dalam manifestasi yang majemuk. Rama Krishna adalah Vivekananda adalah Tuhan yang Tunggal dan Vivekananda adalah Rama Krsihna Adalah juga Tuhan yang Tunggal.Karena itu pertanyaan “Apakah salah untuk menelan reak sendiri yang sebenarnya merupakan bagian yang sama dari diri sesungguhnya?” memiliki arah yang sama dengan “Apakah salah untuk memukul diri sendiri?”

25 TAHUN SUDAH

Lelah mungkin yang dirasakan jiwaku setelah 25 tahun perjalanan hidup akhirnya aku sempat berhenti sejenak dan bertanya kepada diri sendiri “Ke manakah aku akan meneruskan perjalanan berikutnya?”.

25 Tahun perjalanan yang di-isi duri-duri dan harumnya mawar kehidupan membawaku kepada perubahan-perubahan dalam segi pemikiran, kepribadian dan pengasahan sisi-sisi spiritualku. Tidak ada patokan yang jelas apakah perubahan itu membawa dampak perbaikan. Karena memang tidak pernah ada rambu-rambu di dalam perjalanan kehidupan ini.

Aku memang dilahirkan pada suatu kondisi yang cukup ideal, walau terdapat cacat-cacat yang hinggap pada sisi-sisi dimensi jiwaku. Tapi di dalam perjalanan ini, sampai detik ini aku tidak pernah tahu bahwa selama 25 tahun ini, apakah yang aku lakukan semata memperbaiki cacat-cacat itu atau justru menambah cacat-cacat baru atau mungkin hanya memperbaiki cacat satu dan membuat cacat yang lain.

Mungkin juga sebenarnya tidak pernah ada cacat, karena kehidupan telah sempurna di dalam dirinya. Hanya kita manusia yang selalu memiliki penilaian sendiri yang dapat melihat cacat itu. Tapi apakah kehidupan melihat cacat itu?