Ahad, Ogos 07, 2005

Belajar Melihat

Senja hari mulai datang. Ditemani Ksatria Ucrit Guru Cuplis asik sekali bermain catur. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu.Menang kalah tidak menjadi persoalan bagi keduanya. Yang penting bagi Ucrit adalah kemampuannya mengatur strategi meningkat. Kerajaan boneka mulai sepi, penduduk mulai masuk rumah dan kesunyian mulai mengisi ibu kota kerajaan. Ketika hari menjelang malam, tiba-tiba pangreanUnyil menghampiri mereka. Menonton keasyikan pertempuran di dunia catur.
"Belum tidur Nyil?" Tanya Ucrit.
"Aku tak bisa tidur. Nyamuk tak henti-hentinya menggangguku."
Suasana kembali hening. Tiba-tiba saja Guru Cuplis tertawa.
"Hahaha!!!"
"Ada apa Guru?" tanya Unyil.
Sambil menggaruk-garuk kepala Guru Cuplis menjawab
"Aku kalah Crit, kamu tambah hebat saja."
"Ah, Guru paling mengalah saja." jawab Ucrit.
"Tidak Crit, Aku memang kalah kok. Kamu tak perlu sungkan untukmengaku menang, lagi pula biarpun kau menang, aku tak mungkin menjadi muridmu. Hahahaha!"
"Sekarang kan ada tiga orang, bagaimana kalau kita bermain troof saja?" Unyil sangat ingin bermain kartu supaya ngantuk.
"Bagaimana kalau kita bermain belajar melihat?" Guru Cuplis sepertinya akan mengajarkan suatu ilmu baru untuk murid-muridnya.
"Belajar apa itu Guru? Kami sudah dapat melihat semenjak lahir." Tanya Unyil.
"Ah kalian, masih bau kencur, sudah yakin bisa melihat." Kemudian Guru Cuplis memegang kedua tangan mereka dan menggeret mereka keluar istana.
"Guru, mau dibawa ke mana kami?", Unyil keheranan dengan sikap Gurunya itu.
"Hanya ke Hutan, kita bermain di sana." jawab Guru Cuplis.
"Bukankah ada nenek sihir di sana?" Tanya Ucrit.
"Ah, dia bukan nenek sihir, dia sama seperti diriku, sudahlah tidak usah takut, orang-orang saja yang keterlaluan terhadapnya."
Guru Cuplis sepanjang perjalanan menjelaskan mengapa orang-orang benci terhadap nenek sihir tersebut. Tidak sadar telah berjalan jauh, akhirnya mereka tiba pada pohon tua yang sangat besar sekali.
Tampak ketakutan, Unyil bertanya.
"Gu... gu... guru, bukankah ini rumah si nenek sihir itu?"
"Iya Nyil, So what gitu lho? hahaha" Sepertinya guru cuplis senang melihat ekspresi takut murid2nya.
Ucrit mulai mengeluarkan pedangnya, bersiap-siap untuk hal yang tidak diinginkan.
"Crit, tidak perlu seperti itu!" Kemudian guru Cuplis mengetok pohon tersebut.
"Imelda! Imelda!" guru Cuplis sengaja ingin menakut-nakuti muridnya. Dia memanggil terus nama nenek sihir tersebut sampai tiba-tiba terjadi penampakan di atas pohon tersebut.
"Hihihihihi..." Imelda tampak di atas sebuah pohon melayang-layang dengan wajah menyeramkan.
Ucrit dan Unyil berlari ke belakang gurunya sambil terkencing-kencing."Guru, selamatkan kami." Unyil ketakutan sekali rupanya.
"Sudahlah Imelda, bangunlah dari meditasimu. Bukakan pintu mu segera."
"Bukankah kau pun bisa membukanya Cuplis?"
"Tidak sopan bagi seorang tamu untuk membuka pintu sendiri."
"Oke, oke, sutralah..." jawab Imelda.
Tiba-tiba saja bayangan tersebut menghilang, dan pohon tua yang akarnya sangat besar tersebut, terbuka di bagian pintunya.
"Cuplis... kau masih tampan seperti dulu saja. Kadang aku merindukanmu."
"Aku pun merindukanmu kasih..."
"Cieee, cieee... suit suit" Unyil dan Ucrit meledek gurunya.
"Heh heh heh... kurang ajar ya" Imelda marah.
"Kenalkan Imelda, ini murid-muridku. Aku ingin kamu mengajarkan mereka melihat."
"Mengapa tidak kau saja kasih? Bukankah dahulu kau yang mengajarkan?"
"Ilmu dari guru yang lain, sangat baik untuk perkembangan mereka. Mereka sudah bosan denganku imelda."
"Baiklah, Plis... Aku akan ajarkan mereka sekarang."
"Sayang, terima kasih ya. Tapi tolong dong, aku ingin wujud aslimu yang mempesona diriku ini.
"Oke... oke... tak masalah."
Tiba-tiba saja Imelda berubah menjadi wanita tua yang cantik, walaupun tampak keriput.Akan tetapi garis-garis kecantikannya belum menghilang.
"Silahkan masuk anak-anak!" Imelda berjalan masuk menuntun mereka.
"Maaf, atas keadaan yang berantakan ini. Tunggu ya, aku akan mengambilkan kalian makanan kecil dan teh ramuan ku yang terenak itu." Imelda pun pergi ke dalam dapurnya, yang konon katanya adalah ruangan di dimensi lain.
Mereka bertiga duduk santai di dalam pohon tersebut. Unyil dan Ucrit hanya bertanya-tanya di dalam hati, apalagi yang akan ditunjukkan oleh gurunya yang setengah gila itu.
Imelda kembali lagi ke tengah mereka. Dan duduk di antara mereka setelah menyuguhkan kue-kue coklat kecil dan 4 gelas teh.
"Sudah siap anak-anak?" Tanya Imelda.
"Belum nek,... kami ingin menikmati tehnya dulu." Jawab Ucrit.
"Hihihi, kamu cukup berani nak, tapi pangeran itu sepertinya masih takut terhadap ku." Imelda membuka pembicaraan.
"Boleh saya bertanya nek?" Ucrit menimpali.
"Silahkan nak, gunakan waktumu."
"Ternyata nenek sangat ramah ya, tapi mengapa nenek sering menakuti orang-orang yang datang ke sini?"
"Oh itu, aku hanya tidak ingin mereka mengganggu meditasiku nak, aku tidak berniat macam-macam kok."
"Lalu, bagaimana nenek dapat bermeditasi, tapi juga dapat hadir menakuti orang-orang?"
"Hmmm, itulah sebenarnya yang gurumu ingin ajarkan kepadamu."
"Ajaran apa itu nek?"
"Ajaran untuk melihat. Coba perhatikan, abrakadabra!" Tiba-tiba saja semua lampu mati, dan mereka tidak dapat lagi melihat, kecuali Cuplis dan Imelda.
"Guru, apa yang terjadi?" Unyil sangat ketakutan.
"Nyil, sudahlah, lepaskan curiga mu dan ketakutanmu." Guru Cuplis menenangkan.
Tidak lama kemudian Imelda berpendar, mereka mulai dapat melihat sosok Imelda di dalam kegelapan. Unyil dan Ucrit pun terkagum-kagum.
"Wah, nenek hebat" seru si Unyil.
"Masih ada yang lebih hebat" kata Imelda.
Tiba-tiba Guru Cuplis berpendar, Unyil berpendar dan Ucrit pun berpendar. Mereka sudah dapat melihat satu sama lain. Teh, meja, kursi dan kue-kue pun berpendar.Dan akhirnya seluruh ruangan terang berkilau seperti berada di dalam sebuah kilat.
"Wow..." Ucrit hanya bisa bergumam.
"Kalian tahu? bagaimana kalian dapat melihat?"
"Tahu nek, karena adanya pantulan cahaya." jawab Ucrit.
"kalian tahu bagaimana Guru dan Nenek dapat melihat?"
"Sama nek, dari pantulan cahaya juga" Jawab Unyil.
"Salah, karena itu kalian perlu belajar untuk melihat dengan benar."
"Apa itu nek, melihat dengan benar?"
"Melihat tanpa indra penglihatanmu. Melainkan dengan pikiranmu."
"Ohhh..." Unyil dan Ucrit mengangguk seakan mengerti.
"Jangan sok tahu, kalian tak bisa belajar hanya mendengar penjelasankata-kataku, kalian harus mencoba dan mencoba untuk berhasil."
"Apa yang harus kami lakukan nek?" Unyil tampak sangat penasaran.
"Aku tak bisa mengajarkan kalian apa yang harus dilakukan. Tapi aku dapat memberikan petunjuk bagaimana itu dilakukan."
"Ehem, sedikit interupsi Imelda, bagaimana kalau di mulai dari konsep realitas dunia ini." Guru Cuplis mengarahkan pembelajaran Unyil dan Ucrit.
"Baiklah, aku akan bercerita dan aku ingin kalian simak baik-baik."
Mereka diam sebentar dan kemudian Imelda mulai menjelaskan.
"Dunia ini, dipenuhi oleh suatu zat, zat itu tidak terbatas jumlahnya. Mengisi seluruh alam semesta mulai dari ujung alam semesta sampai ujung alam semesta.Tidak ada yang bisa mendefinisikan zat itu. Otak kalian yang kecil itu tidak mampu untuk mengerti, tetapi hati kalian dapat mengerti, karena itu gunakan hati untuk dapat melihat zat itu. Akan tetapi otak kalian dapat mengerti mengenai konsep realitas.Realitas yang kalian rasakan, kalian sentuh dan kalian dengar adalah ekspresi dari zat tersebut. Ekspresi itulah apa yang dinamakan energi oleh orang-orang. Dan orang lain menyebutnya dengan nama yang berbeda. Ekspresi-ekspresi itulah yang menjadikan alam semesta ini tercipta. Sekarang kalian renungkan dahulu sebentar, nanti akan nenek sambung lagi setelah kalian cukup mengerti konsep realitas."
"Aku cukup mengerti nek, lantas mengapa gelas bisa ada dan tercipta?" tanya unyil.
Imelda kemudian mengangkat gelas tersebut, kemudian bertanya.
"Apa yang aku lakukan?"
"Mengangkat gelas." jawab Ucirt.
"Benar, lantas apa yang berpindah?" Imelda kembali bertanya.
"Gelas, tangan nenek, air teh dan udara-udara di sekeliling gelas." Unyil menjawab dengan yakin.
"Salah Besar! Tidak ada yang berpindah, semua dalam keadaan tetap."
Unyil dan Ucrit tampak tambah keheranan dengan jawaban itu.
"Aku melihat gelas itu berpindah." Unyil ngotot.
"Iya, tapi kau tidak melihat ada yang tetap." Sela guru Cuplis.
"Kalau begitu ekspresi zat itu." Jawab Ucrit dengan lantang.
"Salah juga." jawab Imelda.
"Hmmm, berarti tidak ada perpindahan sama sekali nek?" Unyil bertanya kembali.
"Ya, itulah yang sebenarnya, tidak ada yang berpindah, bahkan ekspresinya pun tidak berpindah,tetapi berubah."
"Coba perhatikan, misal saja aku mempunyai 10 buah lampu. Dan lampu adalah representasi dari zat tersebut, dan ekspresi lampu hanya ada 2 buah, menyala dan mati. Abrakadabra!"
Imelda menciptakan 10 buah lampu yang berjajar dengan ajaib.
"Coba perhatikan, aku nyalakan lampu pertama, dan cahaya tersebut adalah representasi ekspresi gelas. Kemudian aku mematikan lampu pertama dan menyalakan lampu ke dua. Apa yang terjadi?"
"Lampu pertama mati dan lampu ke-dua menyala." jawab Unyil.
"Benar, kalau menurutmu Ucrit?"
"Gelas berpindah. Ekspresi berubah."
"Kamu lebih mengerti Ucrit."
"Jadi, Nenek, aku, guru, dan Unyil hanyalah ekspresi seperti itu?"
"Bukan engkau Ucrit, tapi tubuhmu, bajumu, pedangmu. dan semuanya.
"lantas aku?" Tanya Ucrit.
"Kau adalah zat itu, tapi kau tak sadar, karena sekarang adalah egomu yang berbicara, yang merupakan bagian dari ekspresi itu juga."
"Jadi nenek, ketika aku berjalan, sebenarnya aku tidak berpindah, hanya ekspresiku saja yang berpindah."
"Bukan berpindah, tapi berubah." jawab Imelda.
"Aku masih tidak bisa mengerti nek." Sela Unyil.
"Lantas bagaimana zat itu dapat mengatur sinkronisasi dari semua ekspresi?" tanya Ucrit.
"Aku tak bisa menjelaskan itu Crit, hanya ketika kau mengerti tentang eksistensi zat itu. Kau dapat mengerti dengan sendirinya"
"Hmmm, jadi apa yang aku lihat hanyalah ekspresi saja, aku tak pernah bisa benar-benar melihat realitas sesungguhnya. Kecuali..."
"yah, seperti itulah Crit." ditambahkan Guru Cuplis.
"Jadi, ada banyak sekali lampu dong Guru?" tanya Unyil.
"Cuma satu." Jawab Cuplis.
"Lho?" Unyil makin heran.
"Kau tidak perlu mengerti tentang zat itu sekarang, yang perlu kau mengerti hanyalah tentang ekspresinya." Imelda menerangkan.
"Ohhh... , lantas ada berapa banyak ekpresi dalam satu lampu nek?" tanya Unyil.
"Sangat banyak tak terhitung, dan itulah mengapa dunia ini menjadi multidimensi.Hampir bisa dikatakan bahwa ekspresinya pun tidak terbatas jumlahnya."
Kemudian kedua murid tersebut hanya bisa merenung. Sedangkan Guru mereka bercerita satu sama lain tentang kehidupan masing-masing. Tidak terasa sudah satu setengah jam mereka di sana. Imelda pun tersadar bahwa teh di gelas anak-anak sudah habis.
"Ada yang mau tambah minum?" Tanya Imelda.
"Aku nek." Jawab Unyil.
Kemudian Imelda memegang gelasnya yang masih penuh oleh cairan teh dan mengangkat gelas terebut dengan tangannya. Dengan ajaib gelas Imelda tetap tertinggal dan penuh di meja, sedangkan tangannya mengangkat duplikasi dari gelas aslinya.
"Ini nyil, duplikasi dari ekpresi teh dan gelas ku. minumlah."
"oke nek." Unyil meminum teh yang diberikan Imelda, dia heran mengapa rasanya tetap nikmat dan jumlahnya pun sama dengan yang asli. Unyil hanya menggelengkan kepalanya dan berkata.
"Nikmat sekali nek, aku ingin lagi."
Imelda melakukan hal sebelumnya berulang-ulang dengan tangannya. Tidak terasa, mejadi penuh oleh puluhan gelas berisi minuman teh ramuan Imelda.
"Minumlah sampai kau puas Nyil. Aku ingin ngobrol dengan guru mu dulu, renungkanlah apa yang baru kalian pelajari."
Mereka begadang sampai pagi. Unyil dan Ucrit hanya bisa berpikir dan keheranan, tapi mereka yakin, suatu kelak mereka dapat mengerti zat apa yang dapat menciptakan ekspresi yang menakjubkan itu. Yang menciptakan dunia multidimensi ini.

Rabu, Ogos 03, 2005

Belajar Memanah

Di siang hari bolong, di sebuah kerajaan boneka.Guru Cuplis sedang belajar memanah di taman belakang kerajaan. Di bawah pohon beringin yang rindang, Guru Cuplis tampak seperti memperagakan gerakan memanah tanpa busur. Gerakan tersebut diulangnya berkali-kalihingga menarik perhatian pangeran unyil. Lalu pangeran Unyil datang untuk mencari tahu apa yang sedang dikerjakan gurunya.

Unyil : "Guru, kau sedang apa?"
Guru Cuplis : "Aku sedang belajar memanah Nyil."
Unyil : "ha ha ha, Guru membohongiku. Mana mungkin belajar memanah tanpa busur dan anak panah?"
Guru Cuplis : "Sepertinya engkau membohongi dirimu sendiri Nyil?"
Unyil mengernyitkan jidatnya sedikit, dia tampak semakin keheranan dengan jawaban gurunya.
Guru Cuplis : "Nyil, berlatihlah memanah seperti aku. Biar nanti engkau dapat menjadi ksatria yang hebat."
Unyil : "Bagaimana mungkin guru? Tanpa busur dan anak panah?"
Guru Cuplis : "Siapa bilang aku memanah tanpa busur dan anak panah?"
Unyil : "Ah, guru pandai mengarang." Unyil sedikit meledek.
Guru Cuplis : "Apakah kamu tidak lihat busur dan anak panahku nyil?"
Unyil : "Aku hanya melihat angin guru."
Guru Cuplis : "Bodoh kamu, angin yang tidak terlihat dapat kau lihat, tapi busur dan anak panah tidak dapat kau lihat!"
Unyil : "Aku memang bodoh guru! Bapak ku Raja Ogah." Unyil tertawa ngakak.
Guru Cuplis : "Kamu dengan Bapak mu sama-sama bodoh. Entah bagaimana nanti nasib kerajaan boneka ini. uhhh..."
Nampaknya Guru Cuplis kesal, anak murid kesayangannya, calon pengganti Raja Ogah ternyata sebodoh bapaknya.Dengan tidak mempedulikan Unyil, Guru Cuplis tetap melakukan gerakan tadi berulang-ulang. Unyil yang sebenarnya tidak begitu bodoh memperhatikan apa yang dilakukan gurunya. Unyil mulai mengantuk, dan tiba-tiba saja.
Guru Cuplis : "Horeee Nyil, Tepat sasaran!" Guru Cuplis melompat-lompat kegirangan seperti orang gila.
Unyil : "Dasar orang gila."
Unyil masih terheran-heran. Tidak lama kemudian Unyil bangkit dari duduknya dan menghampiri guru Cuplis.
Unyil : "Guru, boleh aku pinjam busurmu?"
Guru Cuplis : "Silahkan saja Nyil. Tapi hati-hati ya, agak berat sedikit."
Unyil mulai memperagakan apa yang dilakukan Gurunya. Dia terlihat mulai membidik, lalu melepaskan anak panah kesasaran.
Guru Cuplis : "Nyil, kena tidak?"
Unyil : "Tidak guru, terlalu jauh sasarannya.Lagipula anginnya kencang"
Guru Cuplis : "Terus berlatih Nyil, Guru di sini membimbing kamu."
Selama setengah jam lebih berlatih akhirnya Guru Cuplis menguji muridnya.
Guru Cuplis : "Nyil, di manakah sasaranmu?"
Unyil : "Di depan sejauh 100 meter Guru."
Guru Cuplis : "Nyil, di manakah sasaranmu?"
Unyil : "Di depan Guru."
Guru Cuplis : "Nyil, dimanakah busurmu?"
Unyil : "Di tanganku Guru."
Guru Cuplis : "Nyil, dimanakah anak panahmu?"
Unyil : "Sedang melesat kencang guru."
Guru Cuplis : "Apakah anak panahmu tepat sasaran?"
Unyil : "Tidak Guru."
Guru Cuplis : "Mengapa demikian?"
Unyil : "Karena aku menginginkannya demikian."
Guru Cuplis : "Bagus, kau tidak sebodoh ayahmu. Hahaha". Guru Cuplis tertawa senang.
Suasana hening sebentar, kemudian Guru Cuplis meneruskan.
Guru Cuplis : "Nyil, kau tahu kriteria pemanah terbaik?"
Unyil : "Tidak Guru."
Guru Cuplis : "Pemanah terbaik adalah pemanah yang dapat memanah di dalam pikirannya dan di dalam dunia nyata."
Unyil : "Lalu?"
Guru Cuplis : "Pemanah terbaik dapat mengarahkan anak panah tepat ke sasaran atau tidak sama sekali."
Unyil : "Lalu?"
Guru Cuplis : "Lihatlah buah mangga di pohon dekat sungai!"
Unyil : "Iya Guru."
Perlahan-lahan Guru Cuplis, mulai menarik busur khayalannya. Kemudian menarik nafas agak dalam. Dalam sekejap dilepaskanlah anak panah khayalannya. Sebuah mangga pun jatuh bagai disambar anak panah nyata.
Unyil : "Wow... Hebat sekali Guru!" Unyil terkagum-kagum.
Guru Cuplis : "Kamu ingin seperti guru?"
Unyil : "Pasti Guru, Unyil kan tidak sebodoh Ayah."
Guru Cuplis : "Kalo begitu latihlah apa yang Guru ajarkan tadi, setiap hari."
Unyil : "Sampai kapan Guru?"
Guru Cuplis : "Sampai kau bisa melakukan apa yang Guru tadi lakukan."
Unyil : "Wah, PR berat nih..."
Guru Cuplis : "Kamu pasti bisa, kamu tidak sebodoh ayahmu."
Guru Cuplis : "Nyil, dengarkan nasehat Guru."
Unyil : "Ya, Guru."
Guru Cuplis : "Pemanah terbaik dapat memindahkan realita kecilnya ke dalam realita besarnya."
Unyil : "Hmmmm...."
Unyil : "Ngomong-ngomong Guru, apa yang menyebabkan mangga tersebut jatuh?"
Guru Cuplis : "Aku tidak tahu nyil, mungkin saja memang saatnya jatuh. hehehe" Guru Cuplis hanya tertawa sambil meninggalkan muridnya yang keheranan.

Sabtu, Julai 23, 2005

Sepanjang Jalan Setapak

Aku duduk memandangi barisan pohon singkong yang kurang subur. Dengan daun-daun yang menguning dan batang-batang kering yangbelum rontok, mereka seperti menyanyi memanggil hujan. Memintaharapan kehidupan mereka diperpanjang. Begitu pun dengan rumput-rumput disekelilingnya, kekeringan sepertinya menyiksa mereka. Akumulai menyadari apa yang mereka rasakan, sampai awan mendungmemayungi diriku, udara terasa bertambah dingin dan sejuk, hembusanangin pun bertambah kencang. Bahagia rasanya mengetahui bahwahari itu akan hujan, dan pohon-pohon itu sepertinya melemparkansenyuman untuk harapan hidup mereka yang bertambah.
Tetapi dia tak kunjung datang, seperti kekasih yang kau nantikantahun demi tahun. Sakit rasanya ketika harapan tak terkabul.Aku hanya bisa gigit jari dan berharap kembali. Maklum kala itu akuberada di sebuah desa yang bernama desa candi, di wilayah WonosariGunung Kidul. Daerah yang penuh mistik dan rahasia-rahasia yangbelum semua terungkap. Wilayah yang terkenal pula dengan bencana kekeringannya.
Tetes demi tetes mengalir , tetapi bukan dari langit yang mendung itu,aku tahu mereka hanya lewat dan memalingkan muka. Tetes-tetes tersebut mengalir dari keluarga kakak ibuku. Mereka menangisikepergiannya. Walau pun Pak De ku hanyalah seorang kampung yanglugu, tapi keluarganya mencintai dia. Dia adalah orang yang punyapendirian kuat, tak ada yang bisa menggoyangkan dia, termasuk istridan saudara-saudara kandungnya. Makanya aku tak heran kalau akujuga punya sifat keras kepala seperti itu.
Aku tidak pernah mengenal sangat dekat dengan Dia. Obrolan kamitidak pernah menembus wilayah hati. Mungkin karena watak kami yang sama-sama keras kepala, sehingga sulit untuk bercerita lebih dalam.Tapi kala itu yang terlintas di pikiranku. Mengapa obrolan kami kebanyakan hanya berlangsung sepanjang jalan setapak ini. Aku tak tahu alasannya.Tapi itulah satu-satunya kenangan yang dia berikan kepadaku. Sebuah jalansetapak.
Pak de adalah seorang laki-laki yang memimpin keluarga nenekku semenjakkakek ku meninggal. Dia pula yang bertindak sebagai ganti ayah untukadik-adiknya. Karena itu adik-adiknya sangat menyayanginya. Terbuktidari suara tangisan dan tetesan air hujan lokal yang tak kunjung padam.Sebagai seseorang yang dituakan, dialah yang ditunjuk sebagai juru kunci ketika aku nyekar* kuburan nenekku. Dialah yang memimpinkuuntuk proses ritual tersebut. Di situlah kami sering mengobrol. Di sepanjangjalan setapak antara rumah nenekku dengan kuburan desa. Walaupunobrolan kami terasa dangkal, hanya basa basi saling menanyakan kabar.Tapi berulang-ulang kejadian itu terjadi. Obrolan-obrolan yang hanya berkisarpertanyaan tentang keadaan kakak-kakak ku dan perhatian-perhatian seorang Pak De terhadap keponakannya.
Aku tidak bisa menangis di kala kematian nya, bukan karena aku dingin , cuek ataukarena aku seorang laki-laki. Akan tetapi karena tangisan itu berada di dalam,tersembunyi rapat, dan sulit untuk dikuak. Aku menangis di dalam hati karenaaku tak pernah bisa benar-benar dekat dengan Dia. Mengapa kenanganitu hanyalah disepanjang jalan setapak, tidak di jalan yang lain, atau sungai-sungai yang kering, sesalku. Mengapa nasib hanya memperkenalkan aku dengan diasebatas hubungan yang dangkal, sehingga hingga saat ini aku tak pernahmengerti benar apa yang ada di dalam pikirannya. Andai saja ada lagi suatu kesempatan untuk lebih mengenalnya pikirku.
Walau pun sangat singkat dan tidak pernah lebih dari sekedar obrolan biasa, aku masih bisa merasakan dan mendengarkan kata-kata nya, seperti baru kemarinsaja itu terjadi.

*nyekar adalah budaya jawa untuk menghormati leluhur dengan mengirim doa-doa, menyan dan bunga ke kuburan sang almarhum.

Rabu, Julai 20, 2005

hidup punya alasan sendiri

'sedikit berpuisi, boleh dong!'

Berhentilah mengeluh, karena keluhan hanya melemahkan.
Sadarilah bahwa kemenangan atau kekalahan hanya sementara.
Nyatakanlah bahwa engkau mencintai setiap sisi kehidupan.
Maka kesepian akan pergi, bagai debu-debu yang tersapu lembut
oleh angin.

Senandung burung, wangi bunga, hiruk pikuk adalah keceriaan.
Carilah mereka ketika engkau sendu. Janganlah berhayal lagi
tentang kebahagiaan, akan tetapi tanamlah benihnya di dalam
hati mu. Kebencian dan dengki usirlah dengan benar. Maka
penderitaan terbesarmu akan berakhir.

Janganlah engkau takut akan kematian, karena engkau
diwariskan keabadian. Janganlah engkau takut untuk
berkorban, karena sesungguhnya tidak ada apa pun yang
engkau miliki. Janganlah engkau menghitung untung atau rugi
Karena sesungguhnya tak pernah ada penambahan dan
pengurangan.

Sudah lepaskan semua,
karena hidup punya alasan sendiri.

Rabu, Mac 30, 2005

Revolusi Diri, Revolusi Sosial

Negara indonesia adalah negara yang kaya raya dengan potensi alamnya yang bermacam-macam. Mulai dari A sampai Z, tersedia di alam Indonesia. Ironisnya tetap saja bangsa ini menjadi bangsa yang terjajah secara ekonomi, dan masyarakatnya tetap saja mayoritas adalah masyarakat yang bodoh.

Keadaan sosial di Indonesia sudah mendekati keadaan yang sangat parah tidak tertolong. Ditambah lagi kebijakan pemerintah yang selalu memberatkan semut-semut pekerja, sepertinya menambah sulit saja problema-problema hidup pada umumnya. Hanya sebagian kecil saja semut-semut yang beruntung yang dapat melepaskan diri dari tekanan-tekanan ekonomi dan sosial. Apalagi bencana-bencana alam yang sudah mulai berdatangan menambah lagi kerisauan dan ketakutan di kalangan masyarakat. Penyakit-penyakit yang muncul kembali menjadi wabah, tingkat kriminalitas yang meningkat, sepertinya memberikan nilai tambah terhadap tingkat kerusakan sistem sosial yang ada di negara ini.

Sistem sosial di negara ini adalah sistem sosial yang jika kita pertimbangkan dengan akal sehat adalah sistem yang terbaik dibandingkan dengan sistem-sistem yang ada di negara lain. Bayangkan saja tentang ide keadilan sosial yang merata untuk seluruh rakyat Indonesia, tentang kontrol negara atas sumber-sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Bukankah itu sistem yang sempurna? Sayangnya pada saat itu pendiri bangsa ini terlalu yakin dengan sistem yang mereka buat. Pada zaman itu mereka tidak memikirkan kelangsungan umur sistem ini dan terlena dengan kesempurnaan sistem tersebut. Mereka lupa bahwa selama masih ada di bawah langit, semuanya bersifat relatif. Tidak pernah ada yang dapat menjadi sempurna selama berada di bawah langit. Ide-ide yang mereka kemukakan adalah ide-ide yang luhur. Penuh dengan nilai-nilai positif yang membangun dan sepertinya pasti akan membawa pertumbuhan yang positif terhadap keadaan sosial masyarakat negara ini. Nyatanya apa yang disimulasikan di otak selalu tidak sesuai dengan kenyataan. Maklum, manusia memang belum dapat membuat simulasi tentang kehidupan sosial di suatu tempat pada situasi dan kondisi tertentu. Karena hal itu sangatlah kompleks di luar dari jangkauan daya pikir manusia pada umumnya. Hanya beberapa orang jenius saja, yang mungkin jumlahnya pun masih dapat dihitung dengan jari, dapat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada kondisi sosial seperti di negara ini.Akan tetapi kita sebagai rakyat tidak dapat menyalahkan pendahulu-pendahulu yang telah membuat kesalahan. Tentunya mengatur negara tidak akan semudah omong kosong belaka yang tidak pernah membentur suatu kenyataan. Hanya ide-ide yang tertampung dalam batas suatu individu tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang pelik yang menyangkut keterikatan hubungan antara satu dengan yang lain.

Lantas, adakah suatu solusi yang benar-benar jitu untuk menghapuskan kemiskinan? Mungkin ada, mungkin juga tidak. Akan tetapi usaha mereka dengan melakukan “try and error” terhadap suatu sistem negara kemungkinan dapat membawa bangsa ini kepada sistem yang lebih sesuai dengan keadaan sosial negara ini. Di sini ditekankan kata “sesuai” bukan “sempurna” mengingat ide tentang kesempurnaan sangatlah sulit untuk dicapai. Suatu solusi jitu bukanlah suatu impian. Jawaban-jawaban yang dapat diterima sebagai solusi jitu sebenarnya telah ada dan diturunkan dari generasi ke generasi. Akan tetapi kurangnya pembelajaran terhadap solusi-solusi jitu membawa kembali terulangnya sejarah yang dialami oleh nenek moyang. Kebijaksanaan – kebijaksanaan yang luhur telah dilupakan. Prinsip – prinsip moralitas yang mendasar telah ditinggalkan dan eforia terhadap keberhasilan dalam satu sisi menenggelamkan kegagalan-kegagalan dalam sisi yang lebih penting.

Sebenarnya suatu sistem sosial dapat dianalogikan dengan sistem komputer yang terbatas. Hanya saja sistem komputer memiliki tingkat kompleksitas yang lebih sederhana dibandingkan dengan sistem sosial. Sistem komputer terbagi menjadi beberapa sub-sistem yang memiliki fungsi masing-masing. Setiap sub-sistem memiliki tanggung jawab masing-masing terhadap suatu resource yang terbatas, dan resource-resource yang terbatas tersebut harus dapat dikelola dengan baik agar program-program yang berjalan di atas sistem dapat berkerja dengan lancar tanpa gangguan. Tetapi nyatanya di dalam tingkat kompleksitas yang lebih sederhana itu pun, sistem yang dibuat pun tidak dapat benar-benar handal menangani resource yang terbatas. Macam-macam jenis komponen yang beraneka ragam dan macam-macam program yang berjalan di atas sistem tersebut mengakibatkan banyaknya kondisi-kondisi khusus yang harus ditangani. Di tambah lagi program-program yang merusak sistem seperti virus, worm, dan trojan menambah kesulitan di dalam membuat sistem yang benar-benar handal. Begitu pun di dalam sistem sosial. Virus-virus sosial yang beredar di dalam sistem dengan mudah berpindah dari satu sisi ke sisi lain. Bahkan virus – virus sosial lebih hebat dibandingkan dengan virus – virus komputer karena mampu berevolusi mengikuti perubahan-perubahan sistem dan mewariskan hasil evolusi tersebut kepada generasi berikutnya. Melihat hal tersebut mungkin tidak ada lagi jalan untuk membenahi sistem sosial yang ada, tetapi dengan melihat analogi sistem komputer, ada suatu solusi yang berkerja dengan baik apabila mengalami kebuntuan jalan untuk menghapuskan virus-virus sosial, yaitu “format and install new system”. Metode ini telah dijalankan berkali-kali di mana pun juga ketika terjadi kebuntuan. Hasilnya pun dapat dikatakan cukup berhasil sampai dengan periode tertentu timbul lagi virus-virus sosial yang baru dengan kemampuan yang lebih hebat dari generasi sebelumnya. Memang siklus seperti ini selalu berulang. Lahir suatu sistem baru, kemudian timbul virus – virus baru, buat sub-sistem penanggulangan virus, virus bertambah banyak, sub-sistem gagal dengan fungsinya, sistem utama rusak, hapuskan sistem utama, kembali lagi ke fase awal. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan sosial di negara ini, sepertinya metode di atas tidak dapat dihindarkan lagi. Suatu saat, akan muncul gaya-gaya normal yang melawan tekanan-tekanan sosial kemudian menghancurkan sistem sosial dan virus-virusnya. Siklus berulang lagi, sampai pada kebuntuan terjadi lagi dan seterusnya.

Metode di atas adalah pembuangan waktu, namun pada kalanya suatu sistem apa pun juga akan mengalami kehancuran dan digantikan dengan sistem yang baru. Karena itu pembentukan sistem yang lebih baik yang dapat bertahan lama, dapat mengurangi pembuangan waktu yang berlebihan. Untuk menjaga suatu sistem berjalan lama, perlu dibuatkan sub-sistem yang melindungi sistem tersebut. Sub-sistem tersebut hendaklah suatu sub-sistem yang juga dapat berevolusi dengan sendirinya seperti virus-virus sosial. Sehingga selama sub-sistem tersebut dapat mengikuti perkembangan virus-virus sosial yang ada, maka umur sistem utama akan bertambah panjang. Virus-virus sosial memang agak sulit untuk dideskripsikan karena begitu banyak varian-nya yang telah beredar. Tetapi dapat ditelusuri bahwa virus sosial timbul akibat sifat toleransi masyarakat terhadap hal-hal kecil yang tidak mengindahkan nilai-nilai luhur. Sebagai contoh adalah nilai yang memaklumi keserakahan. Keserakahan adalah hal sepele yang selalu saja dimaklumi oleh masyarakat sampai suatu saat adalah suatu trend yang diminati oleh masyarakat mana pun juga. Ketika menjadi trend bahwa keserakahan bukanlah kejahatan, maka dapat disimpulkan bahwa virus sosial telah tersebar dengan sangat baik dan merata. Di mana-mana masyarakat akan meng-agungkan keserakahan sebagai suatu pencapaian yang mulia. Akan tetapi perlombaan tersebut hanya akan membawa dampak ketidakseimbangan pada suatu sistem karena suatu sistem hanya memiliki sedikit resource yang terbatas. Resource tersebut akan bergeser dari satu sub-sistem kepada sub-sistem yang lebih serakah. Selanjutnya hukum 80/20 akan terbentuk kembali di mana 20% virus sosial akan menguasai 80% resource yang ada. Dan 80% non-virus akan memperebutkan 20% resource. Kekurangan akan terbentuk di 80% wilayah sistem, dan tinggal menunggu bom waktu meledak, maka sistem akan rusak. Memang hukum 80/20 tidak pernah dapat dihindari. Akan tetapi apabila 20% bagian tersebut tidak menjadi virus sosial, maka pengembalian resource kepada 80% lainnya akan membawa dampak pemerataan kesejahteraan. Mungkin tidak benar-benar merata, akan tetapi hukum 80/20 akan bergeser menjadi 60/40 bukannya menjadi 90/10 yang saat sekarang ini terjadi dan sedang menuju hukum 99/1. Karena itu revolusi memang sangat perlu dilakukan untuk menggeser kembali perbandingan 90/10 menuju 65/45. Pastinya akan sangat menyakitkan bagi 10% wilayah sistem ketika dipaksa oleh 90% wilayah sistem untuk mengembalikan 90% resource yang mereka kuasai. Akan tetapi menurut akal sehat akan lebih mudah, merombak 10% wilayah sistem demi 90% wilayah sistem yang telah dirusaknya. Ketimbang memperbaiki 90% wilayah sistem yang telah rusak.Tentunya akan lebih baik lagi apabila dapat dibuat kesepakatan ulang antara 90% wilayah sistem dan 10% wilayah sistem yang kembali menyeimbangkan penggunaan resource sistem dan dibentuk suatu sub-sistem yang menjaga keseimbangan tersebut.

Di samping itu masih banyak lagi bentuk virus sosial yang beredar. Mengenai cara penanggulangan nya adalah relatif terhadap situasi dan kondisi tertentu. Setidaknya prinsip dasar yang harus dipahami adalah menjaga keseimbangan, baik keseimbangan alam, keseimbangan sosial dan keseimbangan diri sendiri. Sebagai prioritas yang paling penting adalah menjaga keseimbangan diri sendiri yang berdampak terhadap keseimbangan sosial dan kemudian berdampak lagi terhadap keseimbangan alam. Manusia moderen tentunya akan mengerti tentang prinsip di mana diri nya memberikan pengaruh kepada masyarakat walau pun kecil. Sehingga dengan sadar menjaga dirinya dari pengaruh-pengaruh yang menyebabkan ketidakseimbangan dirinya.Karena itu sudah tentu revolusi diri sangat penting untuk mencegah terjadinya revolusi sosial. Sehingga setiap tindakan dari berbagai individu tidak akan terlalu mempengaruhi keseimbangan sosial. Setidaknya dunia akan lebih baik jika dihuni oleh orang-orang bijak. Orang-orang yang selalu waspada terhadap dampak perbuatannya. “Barang siapa menanam padi, maka akan menuai beras. Barang siapa menanam mawar, maka akan menuai duri.” Tetapi lucunya kadangkala terjadi “Barang siapa menanam padi maka akan menuai batang padi, orang lain mencuri berasnya. Barang siapa menanam mawar, maka menuai bunga, orang lain durinya.”

Isnin, Mac 14, 2005

Kisah Aki Zaki dan Udin

Suatu malam sekitar pukul 1 pagi dini hari. Aki Zaki sedang asyik nongkrong di warung dekat rumahnya sambil menikmati satu batang filter plus kopi ABC susu. Aki Zaki adalah orang yang lugu, miskin dan sepanjang hidupnya hanya mempunyai satu masalah yang krusial, masalah ekonomi. Sebenarnya umur Aki Zaki tidak terlalu tua, panggilan “Aki” sudah dimakluminya sejak umur kira-kira 18 tahun karena perawakan badannya yang kurus, tinggi dan agak bungkuk. Umur sebenarnya kira-kira hanya empat puluhan. Tapi sebenarnya tidak ada yang tahu persis umur Aki Zaki sesungguhnya. Soalnya orang tuanya adalah orang kampung yang sangat ngampung sampai-sampai kelahiran anaknya hanya diukur dengan patokan pohon mangga di depan rumah.

Ada satu perubahan sejak bulan kemarin pada diri Aki Zaki. Kerut-kerut di pipi aki Zaki belakangan ini terlihat bertambah. Maklum keputusan pemerintah menaikan harga BBM, rupanya memiliki dampak yang cepat dia rasakan sekarang ini. Dia kesal sekali dengan keputusan tersebut.

“harga BBM langsung naek, tapi kok sekolah kagak langsung gratis. Udeh gitu kalo gue ke puskesmas juga belum gratis. Pan gue sakit juga jarang-jarang” pikirnya.

“Bego kali ya pemerintah? Gue itung-itung ongkos gue yang tadinye cukup 5000 sehari, sekarang naek jadi 7000 rupiah sehari. 2000 gue kali 25, jadi 50000 dong naeknya sebulan. Trus, anak gue yang paling kecil masih aja tuh bayar sekolah. Sayuran juga naek, beras naek, eh, katanya listrik mau naek lagi. Waduh bisa berabe gue. Ah , bo’ong aje tuh iklan-iklan di tipi. Ngepet. Biar kagak sekolahan gini, gue juga tahu kalo dibo’ongin” Pikirnya lagi.

“Setress! Setress!…” Aki berteriak sendirian.

“Ada apa Ki?” tanya Nur si tukang warung.

“kagak napa nur. Gue cume puyeng aja gimane tetep bisa ngidupin keluarga gue”

kemudian samar-samar dari jauh, terlihat bayangan anak muda sedang berjalan ke arahnya.

“Siapa ye, pagi buta gini baru balik. Tapi gue liat mirip banget ama anak gue Udin.” Pikirnya.

Anak muda tersebut makin dekat dan benar itu si udin anak Aki yang ke empat.

“Eh, udin, ngapain aja lo jam segini baru balik? Dasar anak kagak tauk diri!”

“Abis demo soal ‘ambalat’ Be. Anak babe ini kan nasionalis kaya almarhum Bung Karno.”

“Alaah elo ngeluyur terus, mendingan lo cari obyekan buat biaya sekolah adek-adek loe. Emang lo tauk apa yang elo demoin?”

“Tauk dong Be, udin kan udeh pinter be. Yang namenye ada orang ngerebut pekarangan kite, mesti kite tampol Be.”

“Tompal - tampol , tompal – tampol. Sok jagoan lo.”

“Yeeee Babe, yang namenye prinsip dan kedaulatan harus kita jaga be. Masa kite diem aja.”

“Iye , babe ngerti. Kalo rumah babe diambil orang, babe juga belain mati-matian.”

“Nah gitu dong be, kite harus nasionalis.”

“Kalo masih jamannya Bung Karno, babe mau deh nasionalis. Tapi hari gini loe masih nasionalis? Katanya loe anak sekolahan?”

“Ah babe, kagak ngerti jiwa muda. Jiwa membela bangsa. Jiwa yang tulus.”

“Lah elo lagak-lagaknya ngajarin gue, emang gue gak pernah mude ape.”

“Iye , iye be. Tapi gini be, menurut informasi yang aye denger, perairan ambalat itu mengandung cadangan minyak yang bisa nyukupin kite 30 taon ke depan. Makanya demi kesejahteraan bangsa ini, kite kudu jagain tuh perairan ambalat.”

“Walah , gue mah gak peduli 30 taon kek, 20 taon kek. Loe liat kan harga BBM tetep aja naek. Yang penting buet gue nih. Elo, adek-adek loe dan emak loe bisa makan. Kalo kate kakek loe dulu, yang penting dapur bisa ngebul tiap ari. Kalo pemerintah janji bakal nurunin harga BBM buat kesejahteraan kite, gue mah setuju aje elo ikut demo, toh babe loe kagak jadi puyeng kayak gini. Tapi din, loe liat aje ntar kalo menang, ape pemerintah bakal mikirin kite-kite yang miskin ini?”

“Iye juga be. tapi katanye keputusan pemerinte kan buat 10 sampe 30 taon ke depan, mana mungkin bisa dirasain sekarang-sekarang.”

Suasana hening sebentar.

“Coba din, gue punya atu pertanyaan.”

“apa be?”

“presiden dipilih tiap berape taon din?”

“lima taon be.”

“trus berarti dalam 30 taon ke depan barapa kali ganti presiden?”

“5 ampe 6 kali be.”

“Trus, sape yang jamin 30 taon ke depan kite bakal sejahtera?”

“Babe kali, hehehe” si udin ketawa ngakak.

“Sialan loe , makin kurang ajar aje jadi anak. Gue kepret lo.” , aki mengangkat tangan kanan nya.

“Be, emang yang namanya ke depan tuh kagak pernah ada jaminannya.”

“nah, lo tauk tuh.”

“Cume, siapa tauk aje, bisa bener-bener terjadi be.”

“Suseh din, suseh, dari dulu, kalo udeh ganti presiden, gantik kebijakan, ganti oli, ganti rugi, ganti macem-macem deh din, termasuk ganti harga, sukur-sukur kalo turun, kalo naek, kapan turunnya din?”

“Yah, tungguin aje 30 taon lagi.”

“Bego lo! 30 taon lagi gue dah jadi tanah kali din. Kan dah gue bilang , buat gue mah nyang penting elo pada cukup makan, bisa sekola, kagak sakit-sakitan.”

“Ya udeh, kalo ga mau nunggu 30 taon lagi, jadi tanah aja sekarang hehehe.” Si udin becanda lagi.

“Sialan lo, malah nyumpahin gue. Udah sono pulang, emak lo dah nungguin tuh.”

“Suseh kalo ngomong ama babe. Kagak pernah tauk nyang namanya prinsip.” Langsung pulang ke rumah.

Sabtu, Mac 12, 2005

Samsul

Di suatu malam yang dingin, hanya ditemani oleh detak jam yang bergema tiap detik. Samsul terlihat sangat pusing sekali. Maklum dia menikah terlalu dini, dan telah mempunyai seorang anak yang musti disuapi tiap hari. Akan tetapi sebenarnya masalah yang dipikirkan bukanlah mengenai istri atau anaknya. Melainkan nomor 2 digit yang akan keluar esok hari.

Samsul sebenarnya cukup beruntung di waktu dia masih memiliki pekerjaan sebagai satpam dengan gaji 1 juta rupiah per bulan. Walau kadang-kadang tidak cukup, tapi dia masih bisa survive menghadapi kejamnya gilasan roda nasib. Akan tetapi pergerakan roda nasib agak terdorong sedikit oleh gaya-gaya yang tidak menguntungkan. Karena suatu kasus, akhirnya dia dipecat dengan tidak hormat dan harus menganggur untuk beberapa bulan. Waktu berlalu cukup cepat, jalan Tuhan akhirnya menghampiri Samsul. Dia diterima di sebuah perusahaan sebagai Satpam dengan gaji yang tidak menguntungkan seperti dulu. Dia hanya mendapatkan sekitar 400 ribu per bulan. Tapi apa boleh buat pikirnya, nasib telah memaksanya untuk tetap bertahan.

Samsul adalah teman kecil saya. Ketika kecil kami sering bermain bersama, mulai dari bermain di sampah kertas sampai dengan duduk-duduk di atas pohon rambutan melakukan obrolan anak kecil yang tidak pernah tahu tentang kenyataan. Sebagai teman, dia cukup baik. Tidak banyak hal yang kami ributkan. Tapi suatu saat kami berdua pernah membuat kasus besar. Kala itu kami membakar sampah kertas sisa industri tempat kami bermain, alhasil apinya menjadi sangat besar dan tidak sempat lagi untuk dimatikan. Api berkobar sangat besar, sungguh menakutkan dan kami berdua hanya bisa bersembunyi di balik rumah mes tempat ayahku dan ayah samsul berkerja. Sebagai anak-anak kecil yang bodoh, kami tidak berani bilang kepada siapa pun yang berada di pabrik tersebut. Kami hanya berani bilang kepada ibu Samsul sambil menunjukan karya kami yang dashyat itu. Untung saja ibu samsul cepat tanggap dan memberi tahu orang-orang sekitar tentang karya kami yang hampir saja memusnahkan industri di mana ayahku dan ayah samsul bergantung. Orang-orang dewasa yang ketika itu sedang berkerja, cepat-cepat menunda pekerjaannya dan kemudian mematikan api dengan gotong royong. Keberuntungan masih berpihak kepada kami. Api dapat dimatikan, aku dan samsul tidak perlu masuk penjara anak-anak karena ulah kami.

Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, akhirnya aku dapat berbincang-bincang lagi dengan dia. Kala itu secara tidak sengaja, setelah menyaksikan pertandingan Barca - Chelsea, aku tidak bisa tidur lagi. Aku putuskan saja untuk ikut ayahku ke tempat dia berkerja. Sungguh hal yang tidak direncanakan dan berjalan secara kebetulan aku harus bertemu Samsul yang dewasa. Di mulailah obrolan kami dengan nostalgia masa kecil. Kisah-kisah petualangan kami ketika anak-anak dan kebodohan-kebodohan kami seperti kebakaran, sekarang hanya menjadi bahan untuk tertawa. Berlanjut terus obrolan kami hingga akhirnya sampai kepada masalah togel. Sebagai anak-anak yang tumbuh bersama, kami memiliki ketertarikan yang sama. Kami tertarik dengan hal-hal yang bertema keberuntungan dan peluang. Karena itulah togel akhirnya menjadi tema obrolan sepanjang hari kami. Samsul mulai menceritakan tentang kehidupannya yang berubah sejak diberhentikan dari pekerjaan nya yang dahulu. Dan dia juga menceritakan bagaimana togel dapat menolong dirinya untuk tetap survive di dalam menahan gilasan roda kehidupan. Mungkin Tuhan juga mengerti kebutuhan samsul. Sehingga dia berikan suatu jalan sementara sebelum sampai pada jalan yang lebih baik. Saya pun juga sependapat dengan samsul jalan baik atau buruk, tetap jalan yang diberikan Tuhan. Selama terpaksa, jalan apapun musti ditempuh sampai akhirnya bertemu jalan yang lebih baik.

Togel pada intinya bukanlah hal yang murni judi. Sebagai orang yang berpendidikan yang telah belajar mengenai peluang pasti memahami fenomena ini. Bahkan melihat pengalaman Samsul di dalam menembus langit keberuntungan dengan togel, saya mulai menganggap bahwa togel adalah suatu bisnis. Mirip seperti pemain saham. Samsul juga dilengkapi dengan panduan-panduan yang cukup lengkap, seperti buku mimpi, prediksi tiap minggu dan data-data terakhir angka yang keluar. Saya menimba ilmu dari samsul bagaimana mengolah data-data tersebut dan berusaha untuk menembus langit keberuntungan togel. Lucu juga sih, memang ilmu tersebut bukan ilmu science, tapi tetap ada kaitannya dengan ilmu statistik dan peluang. Walau pun rumus-rumus yang digunakan terlihat seperti rumus-rumus palsu, akan tetapi sering kali berkerja dan menghasilkan. Samsul memiliki track record menembus 2 sampai 3 kali dalam 5 round, jika dihitung dengan rupiah dia dapat menghasilkan 100 ribu rupiah sampai dengan 300 ribu rupiah per minggu.

Setelah cukup paham dengan ilmu yang diturunkan oleh samsul. Mulailah kami berdua melakukan cak angka dari jam 8 pagi sampai kira-kira pukul 2 siang. Datanglah teman kami yang bernama Basuki. Dia ini adalah virus yang menularkan orang-orang pabrik untuk memasang togel. Basuki lebih tinggi levelnya dibanding Samsul karena dia lebih berpengalaman. Bahkan Basuki bercerita pada saya bahwa barang-barang di rumahnya banyak juga yang dihasilkan dari togel seperti jaket dan sepatu yang dia gunakan untuk berkerja. Dengan datangnya basuki membawa keberuntungan untuk kami. Saya pernah bermimpi berkerja sebagai pengubur mayat. Entah mimpi itu adalah penglihatan ke depan atau bukan tentang keadaan indonesia di masa depan. Akan tetapi mimpi itu berhasil diterjemahkan dengan baik oleh Basuki dan anehnya entah kenapa semua hitungan saya yang berdasarkan rumus-rumus saya buang. Saya memasangkan angka tersebut sebanyak 10000 rupiah. Anehnya lagi angka tersebut dapat menembus langit keberuntungan togel. Suatu sukses kecil yang membawa dampak ketagihan. Terus terang setelah itu, beberapa mimpi saya juga dapat menembus lagi angka-angka ajaib togel. Menambah lagi rasa kecanduan togel di dalam diri saya. Belakangan, saya sulit sekali untuk bermimpi. Tentu saja beberapa kali saya gagal lagi untuk menembus langit keberuntungan togel. Akhirnya saya berusaha keras untuk menerapkan ilmu komputer di dalam memecahkan pola acak angka ajaib tersebut. Saya berkerja keras untuk menemukan fungsi acak yang merupakan pendekatan fungsi acak angka ajaib. Saya berhasil menemukan rumus yang dapat meningkatkan peluang menang dari 0,01 menjadi 0,024. Akan tetapi rumus itu hanyalah rumus yang terbukti secara statistik. Sampai saat ini saya masih melakukan eksperimen untuk mendapatkan rumus fungsi acak yang secara statistik meningkatkan peluang saya menjadi 0,1. Suatu prestasi besar apabila saya dapat menciptakan rumus dengan peluang kemenangan 0,1. Sampai saat ini,setelah 3 kali percobaan, rumus itu masih belum dapat menembus langit keberuntungan togel. Eksperimen ini tetap saya lakukan semata-mata hanyalah untuk membantu orang-orang yang menggantungkan sebagian hidupnya dari angka ajaib itu seperti Samsul dan pengabdian terhadap ilmu komputer :). Tanpa ada penilaian tentang dosa atau pahala, saya akan terus berusaha untuk memecahkan misteri angka ajaib. Ada yang mau membantu?